SALING MENASEHATI DALAM ISLAM (PELAJARAN KELAS 11 BAB 5)



SAMPAIKAN DARIKU WALAU SATU AYAT

Pada dasarnya, setiap individu muslim diperintahkan untuk melaksanakan dakwah Islam sesuai dengan kadar kemampuannya. Siswa muslim juga punya kewajiban itu. Apalagi Allah Swt. memberi predikat kepada kita sebagai khairu ummah (sebaikbaiknya umat). Predikat ini akan sesuai jika kita selalu berusaha di barisan depan orang-orang yang gemar berdakwah. Banyak dalil atau ayat dan hadis yang menyebutkan kewajiban dakwah bagi setiap individu mukmin. Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah saw. bersabda: Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Amr. dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari)

 

Allah Subhanahu wataala juga berfirman:

كُنۡتُمۡ خَيۡرَ اُمَّةٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِ وَتُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰهِ‌ؕ وَلَوۡ اٰمَنَ اَهۡلُ الۡكِتٰبِ لَڪَانَ خَيۡرًا لَّهُمۡ‌ؕ مِنۡهُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَاَكۡثَرُهُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ‏

 

 

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah....” (Q.S. Ãli Imran/3:110)

A.  Pengertian KhutbahTablig, dan Dakwah 

Makna  khutbah,  tablig, dan  dakwah  hampir  sama,  yaitu  menyampaikan  pesan kepada  orang lain.  Secara  etimologi  (lugawi/bahasa),  makna  ketiganya  dapat diuraikan sebagai berikut. 

1.  Khutbah berasal  dari  kata: خَطَبَ- يَخْطُبُ-خُطْبَةً  bermakna   memberi nasihat  dalam  kegiatan  ibadah  seperti;  ṡalat  (ṡalat  Jumat,  Idul  Fitri,  Idul  Adha, Istisqo, Kusuf),  wukuf, dan nikah. Menurut istilah,  khutbah berarti kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu yang berkaitan  langsung  dengan  keabsahan  atau  kesunahan  ibadah.  Misalnya khutbah  Jumat  untuk  ṡalat  Jum’at,  khutbah  nikah  untuk  kesunahan  akad  nikah. Khutbah diawali dengan hamdallah, salawat, wasiat taqwa, dan doa.


2.  Tabligh berasal   dari  kata:
بَلَّغَ – يُبَلِّغُ – تَبْلِيْغاً yang berarti menyampaikan, memberitahukan  dengan  lisan.  Menurut istilah,  tablig  adalah  kegiatan menyampaikan  ‘pesan’  Allah  Swt. secara  lisan  kepada  satu orang Islam atau  lebih  untuk  diketahui  dan  diamalkan  isinya.  Misalnya,  Rasulullah  saw. memerintahkan  kepada  sahabat  yang  datang  di  majlisnya  untuk  menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam  pelaksanaan  tablig, seorang mubaligh  (yang menyampaikan  tablig) biasanya menyampaikan  tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada  pula  sekarang  istilah  tabl³g  akbar,  yaitu  kegiatan  menyampaikan  “pesan” Allah  Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak.


3.  Dakwah  berasal  dari  kata:   
دَعَا – يَدْعُوْ - دَعْوَةًyang berarti  memanggil, menyeru, mengajak  pada sesuatu hal. Menurut istilah,  dakwah  adalah  kegiatan mengajak  orang lain,  seseorang atau lebih  ke jalan  Allah  Swt. secara  lisan atau  perbuatan.  Di sini dikenal adanya da’wah  billisān  dan  da’wah  bilhāl. Kegiatan  bukan hanya  ceramah,  tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan  anak yatim,  sumbangan untuk membangun fasilitas  umum, dan lain sebagainya.

 

B.  Pentingnya Khutbah,  Tablig, dan Dakwah 

1.  Pentingnya Khutbah

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas  ibadah.  Maka, khutbah tidak mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan  rangkaian aktivitas  ibadah.  Contoh,  apabila ṡalat  Jumat  tidak  ada  khutbahnya, ṡalat  Jumat tidak  sah.  Apabila wukuf di  Arafah tidak  ada  khutbahnya, wukufnya tidak sah. Sesungguhnya, khutbah  merupakan  kesempatan  yang sangat  besar untuk berdakwah  dan membimbing  manusia  menuju  ke-riḍa-an  Allah  Swt. Hal  ini jika khutbah dimanfaatkan  sebaik-baiknya, dengan menyampaikan  materi yang dibutuhkan oleh hadirin  menyangkut masalah  kehidupannya,  dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan. Khutbah memiliki  kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan  tugasnya dengan sebaik-baiknya. Seorang  khathib  harus memahami  aqidah  yang  ṡaḥ³hah  (benar)  sehingga  dia tidak  sesat  dan  menyesatkan  orang  lain.  Seorang  khatib  seharusnya  memahami fiqih sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang  lurus. Seorang  khatib  harus memperhatikan  keadaan  masyarakat,  kemudian mengingatkan  mereka dari penyimpangan-penyimpangan  dan mendorong kepada ketaatan.  Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang  ṡālih, mengamalkan ilmunya,  tidak  melanggar  larangan sehingga  akan  memberikan  pengaruh  kebaikan kepada para pendengar. 

 

2.  Pentingnya  Tablig 

Salah  satu  sifat  wajib  bagi  rasul  adalah  tablig,  yakni  menyampaikan  wahyu  dari Allah  Swt. kepada  umatnya.  Semasa  Nabi  Muhammad  saw.  masih  hidup,  seluruh waktunya  dihabiskan  untuk  menyampaikan  wahyu kepada  umatnya.  Setelah Rasulullah  saw. wafat,  kebiasaan  ini dilanjutkan  oleh  para sahabatnya,  para tabi’in (pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat). Setelah  mereka  semuanya  tiada, siapakah  yang akan meneruskan  kebiasaan menyampaikan  ajaran  Islam  kepada  orang-orang  sesudahnya?  Kita  sebagai  siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.

Banyak  yang  menyangka  bahwa tugas  tablig  hanyalah  tugas  alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang  yang  mengetahui  kemungkaran yang terjadi  di hadapannya,  ia wajib mencegahnya  atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut). 

Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat  kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia  mampu  menghentikannya,  ia  wajib  menghentikannya.  Bagi  yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya  kepada yang lain, siapa pun mereka.

Rasulullah shallalahu alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 49]

3.  Pentingnya Dakwah

Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada  yang menyebut  berdakwah itu hukumnya  farḍu  kifayah  (kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu  ain. Meski begitu,  Rasulullah saw. tetap  selalu  mengajarkan agar seorang muslim  selalu  menyeru pada jalan  kebaikan  dengan  cara-cara  yang baik. 

Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan  dan kesejahteraan  hidup di dunia dan di akhirat dan mendapat  riḍa  dari  Allah Swt. Nabi Muhammad  saw. mencontohkan  dakwah kepada  umatnya  dengan  berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. 

Rasulullah saw. memulai  dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman karibnya  hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah  Kaisar Heraklius dari Byzantium,  Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja  Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).  Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat. 

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

 

Terjemah Arti: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (al-Imran: 104)

 

C.  Ketentuan Khutbah,  Tablig, dan Dakwah 

1.  Ketentuan Khutbah 

a.  Syarat khatib 

1)  Islam 

2)  Ballig 

3)  Berakal sehat 

4)  Mengetahui  ilmu agama 

b.  Syarat dua khutbah 

1)  Khutbah dilaksanakan sesudah masuk waktu dhuhur 

2)  Khatib duduk di antara dua khutbah

3)  Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas

4)  Tertib 

 

c.  Rukun khutbah 

1)  Membaca hamdallah 

2)  Membaca syahadatain 

3)  Membaca shalawat 

4)  Berwasiat taqwa 

5)  Membaca ayat  al-Qur’ān  pada salah satu khutbah  

6)  Berdoa pada khutbah kedua 

 

d.  Sunah khutbah 

1)  Khatib berdiri ketika khutbah 

2)  Mengawali  khutbah dengan memberi salam 

3)  Khutbah hendaknya jelas,  mudah dipahami, tidak terlalu panjang 

4)  Khatib menghadap jamaah  ketika khutbah 

5)  Menertibkan rukun khutbah

6)  Membaca surat  al-Ikhlās  ketika duduk di antara dua khutbah 

 

Keterangan: 

a.                  Pada prinsipnya ketentuan  dan tata  cara khutbah, baik  ṡalat  Jumat, Idul Fitri,  Idul Adha,  ṡalat  khusuf, dan  ṡalat  khusuf  sama. Perbedaannya terletak pada  waktu  pelaksanaannya,  yaitu  dilaksanakan  setelah  ṡalat  dan  diawali dengan takbir.

b.  Khutbah wukuf adalah  khutbah yang dilaksanakan  pada saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan  ṡalat zuhur dan ashar di-qaṡar. Khutbah wukuf hampir  sama dengan  khutbah Jumat. Perbedaannya  terletak  pada waktu pelaksanaan,  yakni dilaksanakan ketika wukuf di  Arafah. 

 

2.  Ketentuan  Tablig 

a.  Syarat  muballig

1)  Islam, 

2)  Ballig, 

3)  Berakal, 

4)  Mendalami  ajaran Islam. 

 

b.  Etika dalam menyampaikan  tabligh 

1)    Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak. 

2)  Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. 

3)  Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.

4)    Materi  dakwah yang disampaikan harus mempunyai  dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya. 

5)    Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau penerimanya. 

6)  Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang lain. 

 

3.  Ketentuan Dakwah

Orang yang melaksanakan  dakwah disebut da’i.

Ada  dua  cara  berdakwah,  yaitu  dengan  lisan  (da’wah  billisān)  dan  dengan perbuatan (da’wah  bilhāl).

a. Syarat da’i 

1)  Islam, 

2)  Ballig, 

3)  Berakal, 

4)  Mendalami  ajaran Islam.

 

b.  Etika dalam berdakwah

1)  Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana. 

2)  Dakwah dilakukan  dengan  mauiẓatul  hasanah  atau  nasihat  yang  baik, yaitu  cara  persuasif (tanpa  kekerasan)  dan  edukatif  (memberikan pengajaran). 

3)  Dakwah dilaksanakan  dengan memberi  contoh yang baik (uswatun hasanah). 

4)  Dakwah dilakukan dengan  mujādalah, yaitu  diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain. 

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

 Terjemah Arti: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Kita sebagai  umat  Islam  harus bisa mengaplikasikan  nilai-nilai  khutbah,  tablig, dan dakwah di mana saja berada. Cara untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut antara lain sebagai berikut. 

1.  Ketika  melaksanakan  ṡalat  Jumat,  hendaklah  mengamati  dan  menyimak khutbah yang disampaikan  khātib. Bagaimana  etikanya,  bacaan-bacaan yang  dibacanya,  serta  urutannya.  Dengan  memperhatikan khatib  secara utuh diharapkan suatu saat nanti bisa tampil  sebagai khatib pada waktu ṡalat  Jumat. 

2.  Ketika melihat kemungkaran di sekitar kita (contohnya pacaran, mencuri, tawuran,  menyontek,  dan lain  sebagainya),  kita  harus mencegahnya  dengan memberikan  alasan yang logis, baik  atas dasar agama  maupun  sosial dan yang lainnya. Cara mencegahnya  dengan tangan (kekuasaan), apabila  tidak mampu, dengan lisan; apabila  tidak mampu cukup dalam  hati saja bahwa kita tidak ikut berbuat yang dilarang.

3.  Ketika  melihat  sesuatu yang baik (baik menurut agama  maupun masyarakat),  mencontohlah.  Dimulai  dari  diri  sendiri,  dari  yang terkecil, dan dari sekarang.  Tidak boleh ditunda-tunda. 

4.  Melibatkan  diri secara  aktif pada kegiatan-kegiatan  keagamaan  seperti: peringatan  hari besar Islam  (Maūlid  Nabi Muhammad  saw.,  Isrā’  Mi’rāj, Nuzulul  Qur’ān, dan  lain-lain)  baik  di  lingkungan  sekolah  maupun masyarakat. 

5.  Memprakarsai kegiatan  dakwah Islam  di sekolah,  remaja  masjid,  karang taruna, dakwah kampus, dan lain sebagainya.

Dalam berdakwah minimal ada dua cara, yaitu dakwah dengan lisan (da’wah billisān) dan dakwah dengan perbuatan (da’wah bilhāl). Dakwah billisan  artinya dakwah yang dilakukan dengan berkata-kata, ceramah,  tabl³g  akbar, dan sebagainya. Dakwah bilhal  artinya dakwah yang dilakukan dengan berbuat, seperti menyantuni  fakir miskin, yatim piatu,  menyumbang  untuk fasilitas  sosial, dan sebagainya.

 

Posting Komentar

0 Komentar